Pembangunan LRT Batam Hamburkan Anggaran
Pembangunan moda transportasi light rail transit (LRT) di Kota Batam hanya menghamburkan anggaran negara. Batam yang merupakan kota industri, pariwisata, dan free trade zone (FTZ), harusnya membangun transportasi kereta berbasis rel yang terkoneksi dengan kawasan industri dan pelabuhan, sehingga lebih murah.
Demikian kritik Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (11/4). Menurutnya, untuk 20 rangkaian kereta api dan rel sepanjang 120 km hanya butuh dana tidak lebih Rp4 triliun. Manfaat untuk pertumbuhan ekonomi juga jauh lebih besar. Sebagai kawasan yang dilalui 90 persen kapal-kapal asing dan mengangkut 5 juta kontainer per tahun, Batam harus memaksimal peluang tersebut. Sampai saat ini peluang dari perairan Batam belum dimaksimalkan.
Kapasitas yang bisa dimaksimalkan dari pelabuhan di Batam adalah 100 juta teus. Saat ini Batam hanya bisa menampung 350 ribu teus. Padahal, Singapura saja sudah mencapai 40 juta teus dan malaysia 30 juta teus. "Maka harus dilakukan pembenahan kedalaman alur di sekitar pelabuhan, sehingga akan lebih efisien, kapal besar pun bisa sandar dan keselamatan pelayaran bisa terjaga," kilah Bambang.
Kini, Batam malah disibukkan dengan pembangunan LRT yang menelan anggaran sebesar Rp7 triliun. Anggaran sebesar itu sebaiknya dimanfaatkan untuk membangun angkutan kereta berbasis rel yang mampu mengangkut penumpang dan barang, sekaligus terkoneksi ke pelabuhan dan kawasan industri. Bahkan, anggaran tersebut juga bisa untuk merevitalisasi pelabuhan Batam yang kini mengalami pendangkalan. Butuh kapal keruk untuk menggali kedalaman pelabuhan agar bisa disinggahi kapal-kapal besar.
“Batalkan pembangunan LRT Batam, karena tidak efisien dan menghamburkan anggaran APBN. Kalau mau membangun transportasi di Batam, harus terpadu tidak hanya angkutan penumpang. Bangunlah kereta berbasis rel yang multifungsi, mengingat Batam adalah kota industri,” tegas Bambang. Dengan dibangunnya kereta berbasis rel dan terkoneksi ke pelabuhan, pertumbuhan ekonomi Batam akan semakin maju pesat.
Bila moda transportasi kereta terpadu yang dibangun dan terkoneksi langsung ke pelabuhan, ini bisa menyaingi pelabuhan Singapura. Apalagi, bila pelabuhan Batam juga sudah direvitalisasi. Di sini bisa dinilai, betapa pemerintah tak memahami skala prioritas pembangunan. “Presiden Jokowi tak membangun infrastruktur dengan skal prioritas yang dibutuhkan,” nilai politisi Partai Gerindra tersebut.
Banyak yang bisa dilakukan dengan anggaran Rp7 triliun daripada untuk membangun LRT. Anggaran itu bisa dialokasikan untuk pengadaan crane dan kapal keruk demi kebutuhan pelabuhan internasional di Batam. Saat ini, lanjut Bambang, banyak pelabuhan internasional di Tanah Air terbengkalai dan tak terawat. Untuk merevitalisasi 141 pelabuhan internasional Indonesia, dibutuhkan sekitar 2000 kapal keruk. Sementara pemerintah hanya memiliki 10 kapal keruk.
“Hongkong saja yang negara kecil punya 200 kapal keruk untuk pelabuhannya. Dan pelabuhan di kota-kota besar Indonesia sudah mengalami pendangkalan yang parah. Ada baiknya anggaran yang besar untuk LRT itu dialihkan saja untuk menambah armada kapal keruk,” tambah Bambang lagi. (mh/sc) Foto: Runi/od.